Kamis, 28 Juni 2012

Dream High 3 ~ Part 1

Title : Dream High 3
Author : Icha
Type: Chapter
Genre: Romance / Teen Story
Rating: T
Sebelumnya :
Kirin Art High School membuka audisi lagi!
Kali ini, CL “2NE1″, Seungri “Bigbang”, Sohee “Wonder Girls”, Jae Bum (Jay Park), Minah “Girls Day” dan Nickhun “2PM” yang menjadi murid di Kirin Art High School!
Kini Park Jin Young  yang berperan sebagai Teacher Yang Jin Man naik pangkat menjadi Headmaster di Kirin Art High School.
Teacher2 lainnya, seperti dibawah ini ikut meramaikan kesuksesaan dan kejayaan Kirin Art High School.
~~~~~~~~~~~~~~~
All Author P.O.V
Panggung megah ini disoroti banyak cahaya. Teriakan gegap gempita dari para penonton memenuhi tribun dan sekeliling panggung megah itu. Malam itu, 2NE1 akan menyelenggarakan concert comeback mereka. Para BlackJack senantiasa berdesak-desakan agar bisa berada barisan paling depan, dekat dengan panggung.
            Sampai akhirnya cahaya diredupkan. Dari bawah panggung muncul keempat yeoja personil 2NE1, Sandara Park, Park Bom, Gong Minzy dan Chae Rin.
            Ketika keempat personil 2NE1 sudah benar-benar keluar dan berdiri di atas panggung, gemuruh suara penonton semakin keras.
            “TO ANYONE (2NE1) !!!!!!!!!!!!” teriak Sandara Park memenuhi tribun besar itu.
            “TO ANYONE !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!” balas para BlackJack dua kali lipat lebih keras.
            “Naega jeil jal naga…” Chae Rin mulai bernyanyi. “No no no no Na na na na!”
            Percikan api langsung keluar dari tepi panggung. Dan musik pun membahana.
[Chae Rin]
Naega jeil jal naga
Naega jeil jal naga
Naega jeil jal naga
Naega jeil jal naga
Je je jeil jal naga
Bam Ratatata Tatatatata
Bam Ratatata Tatatatata
Bam Ratatata Tatatatata
Bam Ratatata Tatatatata
Oh my god
[BOM]
Nuga bwado naega jom jugyeojujanha
Alright
Duljjaegaramyeon I momi seoreobjanha
Alright
[DARA]
Neon dwireul ttaraojiman
Nan apman bogo jiljuhae
Nega anjeun teibeul wireul ttwieodanyeo
I don’t care
[Chae Rin]
Geondeurimyeon gamdang motae
I’m hot hot hot hot fire
Dwijib-eojigi jeone
Jebal nuga nal jom mallyeo
[MINZY]
Ojjangeul yeoreo gajang
Sangkeumhan oseul geolchigo
Geoure bichin nae eolgureul
Kkomkkomhi salpigo
Jigeumeun yeodeolb si
Yagsogsiganeun yeodeolb si ban
Dodohan georeumeuro naseon I bam
“Naega jeil jal naga….” Seorang yeoja gendut sedang mengigau di atas tempat tidurnya. Air liurnya membasahi bantal tidurnya.
“Yaa! Chae Rin-ah! Bangun! Bayar uang sewamu sekarang!” pekik Ahjumma pemilik kontrakan yang ditinggali oleh Chae Rin.
“Naega jeil jal naga….” Chae Rin masih terlelap dan terus saja mengigau. Di dalam mimpinya, dia menjadi seorang penyanyi terkenal, tergabung dalam girlband bernama 2NE1. Sesungguhnya, girlband 2NE1 tidak ada. 2ne1 hanya ada di dalam mimpi Chae Rin saat ini. Sandara Park, Park Bom dan Gong Minzy? Entahlah siapa mereka. Chae Rin hanya melihat ketiga yeoja itu sedang berada satu panggung dengannya.
“Yaa! Chae Rin-ah! Jeongmal! Bangun kauuuu!” pekik Ahjumma sekali lagi.
Kali ini Chae Rin terbangun. Dia mengucek matanya yang masih mengantuk. Dengan susah payah dia berusaha bangun dari tempat tidurny dan bangkit untuk mengjangkau pegangan pintu.
“Ne?” tanya Chae Rin dengan suara serak.
“Ppali, berikan uang sewamu padaku,” pinta Ahjumma seraya mengulurkan tangannya pada Chae Rin.
Chae Rin mendesah seraya menggaruk-garuk kepalanya.
“Ahjumma…kau tahu ini masih pagi sekali,” desah Chae Rin dengan mata setengah terbuka.
“Aniyo…aniyo…Aku butuh uangnya sekarang. Ppali! Berikan padaku uang sewamu yang sudah menunggak 3 bulan,” ucap Ahjumma terus memaksa.
“Ahjumma…Eomma belum pulang, aku harus membayarmu dengan apa?” desah Chae Rin seraya menguap.
Spontan Ahjumma menutup hidungnya.
“Yaa! Kau selalu beralasan begitu, Eomma belum pulang….Eomma belum pulang… Lalu kapan Eomma-mu pulang? Sudah tiga bulan Eomma-mu tidak menunjukkan batang hidungnya. Kemana sih dia?” Si Ahjumma jadi mengomel.
Chae Rin mendesah berat. Ne, Eommanya sudah lama tidak pulang. Terakhir kali dia melihat Eommanya tiga bulan yang lalu. Eommanya berkata bahwa dia akan pergi untuk sementara waktu dan akan kembali dengan membawa uang yang banyak.
“Aku tidak tahu kapan dia pulang. Ahjumma…tunggu beberapa hari lagi…aniyo…beberapa minggu lagi, bagaimana?” tanya Chae Rin.
“ANDWAE!” pekik Ahjumma memekakkan gendang telingan Chae Rin. “Aku sedang membutuhkan uang sekarang. Jika kau tidak bisa membayar uang sewamu hari ini, kau harus angkat kaki dari rumah ini. Aku menyewakan rumah ini padamu agar aku mendapat uang, tahu!” tambah Ahjumma panjang lebar.
Chae Rin mengambil tasnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang. Ahjumma langsung mengambilnya tanpa basa-basi.
“Aku ambil ini dulu. Sisanya kau harus bayar nanti malam!” ucap Ahjumma lalu pergi meninggalkan Chae Rin dengan tampang naas.
“Itu uang terakhirku,” desah Chae Rin merana.
**
Seorang namja berambut gondrong sedang berkutat di depan sebuah meja rendah. Sebelah tangan kirinya memegang selembar kertas dan tangan yang lain sibuk memegang sumpit. Dua mangkuk mie instan telah habis dilahapnya. Dia mencoba menyeka sisa-sisa kuah mie yang menggantung pada jenggot tipisnya. Tiba-tiba saja suara langkah kaki orang sedang berlari terdengar. Suara langkah itu semakin terdengar jelas dan tiba-tiba saja pintu rumahnya terbuka. Seorang namja yang lain, dengan nafas memburu, menutup pintu rumah cepat-cepat.
            “Mereka mengejarmu lagi?” tanya si namja gondrong pada si namja lain itu.
            “Jae-Bum-ah, bagaimana kalau mereka menemukanku?” tanya si namja lain dengan nafas tersengal-sengal.
            “Artinya adalah kebebasan untukku,” jawab si namja gondrong yang bernama Jae Bum (mantan leader 2PM).
            “Kau harus berjanji padaku bahwa kau akan tetap mengizinkanku untuk tinggal disini.” Seungri, nama namja itu, menunjuk-nunjuk lantai rumah itu, rumah yang sangat kecil dan nyaris tidak layak untuk dihuni.
            “Ahhhh….tidak kuizinkan pun, kau tetap tidak mau pergi kan,” desah Jae Bum merana. “Seharusnya kau merawatku lebih baik lagi. Tega sekali sih hanya membayar uang sewa dengan puluhan mie instan. Otot-ototku bisa rusak, tahu!”
            Seungri hanya tersenyum mendengar rengekkan temannya.
            “Kalau aku ada uang, aku akan mengajakmu makan di sebuah restoran.”
            “Jangan mudah berjanji kepadaku. Aku ini orang yang mudah mengingat sesuatu, terutama jika sesuatu itu adalah yang hal yang baik untukku.”
            “Mianhaeyo…” desah Seungri. “Aku benar-benar berhutang banyak padamu.”
            “Kenapa sih kau tidak kembali saja ke rumahmu?” tanya Jae Bum dengan alis berkerut. “Kau punya segalanya, rumah mewah, harta melimpah, bahkan jaminan hari tua. Kenapa kau lebih memilih tinggal bersamaku di tempat bobrok seperti ini? Apa kau sedang merencanakan sesuatu?”
            Seungri melirik Jae Bum dengan mata menggantung.
            “Jangan menatapku seperti itu. Jawab saja pertanyaanku, kenapa kau lebih memilih…”
            “Aku tidak suka tinggal dengan yeoja tua itu,” sela Seungri seraya mengacak-acak rambutnya yang setengah basah akibat gerimis di luar sana.
            “Mworago?” tanya Jae Bum. “Yeoja  tua? Maksudmu, ibumu?”
            Seungri mengangguk santai.
            “Jeongmal, baru kali ini aku melihat seorang anak menyebut ibunya sendiri dengan sebutan yeoja tua.”
            “Kalau kau suka dengan yeoja tua itu, kau bisa tinggal dengannya. Dan aku akan berterima kasih sekali jika kau memberikan rumah ini untukku.”
            “Apa kau baru saja menelan batu?” tanya Jae Bum. “Kenapa kau bisa berkata seperti itu? Apa menurutmu rumahku ini lebih berharga daripada limpahan harta yang kau punya…”
            “Itu bukan hartaku, itu harta orangtuaku.”
            “Itu sama saja kan?”
            “Aku tidak mau memakainya jika artinya aku harus menuruti semua ucapan yeoja tua itu, termasuk…” Seungri menggantungkan ucapannya ketika ponselnya berdering.
Muot?” ucap Seungri setelah membuka flip ponsel.
            “Kenapa kau berbicara seperti itu kepada ibumu sendiri?”
            “Eomma…aku benar-benar sedang sibuk sekarang,” jawab Seungri malas-malasan.
            “Jangan berusaha mengindariku. Eomma sudah lelah mengejarmu terus-menerus. Pulanglah.”
            “Aniyo…”
            “Pulanglah dan aku berjanji akan menuruti semua ucapanmu.”
            “Aniyo, Eomma. Aku sudah punya kehidupan sendiri sekarang, jauh lebih baik daripada kehidupanku yang dulu.”
            “Nomuhajima (jangan berlebihan), Seungri-ah. Kau punya kehidupan yang baik, disini, bersamaku, bersama ibumu.”
            “Mianhae, Eomma.” Seungri menutup flip ponselnya lalu melepas baterainya.
            Di depannya, Jae Bum sedang menatapnya bingung, sesaat kemudian menggelengkan kepalanya tanda heran.
            “Wae?” tanya Seungri.
            “Kenapa kau ngotot sekali ingin pergi dari rumahmu?” tanya Jae Bum heran.
            “Kau tidak perlu tahu karena memang bukan suatu hal yang penting untuk diberitahu. Lebih baik kau masakkan aku mie sekarang. Paegopha (Lapar)!” ucap Seungri dengan aegyo yang menjijikan.
**
            “Lee Kang Chul-ssi (Ex-President of Kirin Art High School & OZ-Ent in DH2) memang berbakat menerbitkan seseorang yang awalnya biasa berubah menjadi seseorang yang luar biasa…yang mempunyai nilai dan mutu…”
            “Berbeda dengan Yang Jin Man-ssi (Park Jin Young), yang sekarang menggantikan dan menjabat sebagai Headmaster Kirin Art High School. Orang itu juga membuat sebuah manajemen bernama JYP-E (Jin Yang Press Entertainment – yang ini karangan author ya, hahaha). Siapa yang mau masuk ke dalam manajemennya? Yang Jin Man-ssi tidak benar-benar melakukan pekerjaannya dengan baik.”
            “Bagaimana mungkin Lee Kang Chul-ssi bisa memberikan jabatannya kepada orang seperti Yang Jin Man-ssi? Yang Jin Man-ssi dulunya adalah guru Inggris di Kirin. Tidak becus mengajar dan sekarang dia mau memimpin Kirin? Omona! Apa jadinya nanti Kirin? Orang pendek itu hanya bisa menyusahkan Lee Kang Chul-ssi.”
            Seorang namja berumur empat puluh satu tahun sedang duduk di sebuah sofa empuk yang terletak di tengah ruangan besar itu. Tangan namja itu sedang menggengam sesuatu seperti sebuah koran. Dengan geraman pelan, Yang Jin Man, Headmaster Kirin Art High School sekaligus founder dari JYP Entertainment, mencoba meremas koran yang dipegangnya.
            “Michigeutta!” (“Mau gila rasanya!) geram Yang Jin Man sambil melempar koran yang sudah tidak berbentuk koran itu ke pojok ruangan. “Mereka tidak berhak menghinaku dengan sebutan hina seperti itu.”
            “Memang apa yang mereka katakan?” tanya asisten pribadinya, Jea, sekaligus merangkap sebagai guru vocal di Kirin Art High School.
            “Kaedong!” (“Kotoran Anjing!)
            “Muot?” Jea berusaha menahan tawa. “Kaedong? Kenapa mereka bisa sesadis itu?”
            “Mereka hanya belum melihat bakatku yang bisa menerbitkan bintang papan atas!” gerutu Yang Jin Man sambil menggebrak meja.
            Jea menghampiri Yang Jin Man seraya berkata, “Sudahlah, biarkan para netter di luar sana berkomentar sesuka hati. Kau hanya perlu membuktikan kepada mereka kalau kau bisa seperti Kang Chul-ssi.”
             “Aku harus membuat sebuah perubahan struktur kerjaku. Aku tidak mau terus menerus jadi nomor dua. Mereka harus mengakui bahwa aku mampu memegang jabatanku saat ini sebagai Headmaster Kirin!”
            Dengan wajah bingung, Jea bertanya, “Memangnya kau mau membuat perubahan seperti apa?”
            Yang Jin Man memiringkan sebelah sudut bibirnya, membentuk sebuah senyuman licik. “Sebentar lagi akan ada audisi untuk tahun ajaran 2012, kan?”
            Jea mengangguk.
            “Aku akan membuka sebuah audisi terbuka untuk tahun ajaran tahun ini.”
            “Muot?” Jea nyaris tersedak karena mendengar ucapan Yang Jin Man.
            “Audisi terbuka, Jea-ssi,” ulang Yang Jin Man bersemangat.
            “Jangan hanya karena kau membaca komentar jahat dari para netter di luar sana, kau jadi berubah konyol seperti ini, Jin Man-ssi. Mana mungkin kita akan membuka sebuah audisi terbuka?”
            “Mungkin saja. Aku akan melakukannya.”
            “Tetapi kau harus meminta persetujuan dari Kang Chul-ssi dulu. Kang Chul-ssi tetap memegang kendali sekolah ini, biarpun jabatannya telah kau ambil alih. Aku yakin Kang Chul-ssi tidak akan menyetujui ide gilamu,” ucap Jea sambil menggeleng-gelengkan kepala.
            “Aku yakin Kang Chul-ssi akan menyetujui ideku,” ucap Yang Jin Man yakin.
            Jea hanya bisa bersabar setiap menghadapi Yang Jin Man.
**
“Kang Chul-ssi, aku serius dengan ucapanku!” Yang Jin Man mencoba mengejar Lee Kang Chul  yang jalannya dua kali lebih cepat daripada dirinya.
            “Aku tidak punya waktu untuk mendengar bualanmu,” jawab Kang Chul, yang terus berjalan menuju pelataran parkir Kirin
            “Dengarkan aku dulu…”
            Tiba-tiba saja Kang Chul menghentikan langkahnya, membuat Yang Jin Man, yang terus mengikuti dari belakang, menubruk tubuhnya.
            “Audisi akan dibuka tiga hari lagi. Dan kau menyuruhku untuk mengubah semua prosedur yang telah berlangsung selama bertahun-tahun di Kirin dalam waktu semendadak ini?” tanya Kang Chul. Kepulan hawa dingin berhembus keluar dari mulutnya.
            “Kupikir, ini tidak terlalu mendadak. Kita bisa mengabarkan kepada mereka semua tentang perubahan ini.”
            “Apa kau sudah memikirkan semuanya? Kau sudah memikirkan baik dan buruknya jika kita membuka audisi terbuka?” (Audisi Terbuka disini maksudnya, seluruh negara, tidak hanya Korea yang berhak mengikuti audisi Kirin)
            Yang Jin Man mengangguk dengan ekspresi tidak pasti.
            “Aku tetap tidak akan mengizinkannya.”
            “Kang Chul-ssi…,” panggil Yang Jin Man berusaha menyusul Kang Chul yang mulai jalan lagi. “Aku ini adalah Headmaster Kirin. Jadi aku berhak berpendapat.”
            “Ne, kau berhak berpendapat. Berpendapat…hanya berpendapat. Itu tidak memastikan bahwa semua pendapatmu akan terjadi,” ucap Kang Chul tegas seraya masuk ke dalam mobil.
            “Kang Chul-ssi…kau tidak bisa memperlakukanku seperti ini. Ketika kau sudah menyerahkan jabatanmu padaku, itu artinya segala keputusan harus berasal dari mulutku!” teriak Yang Jin Man.
            Mobil Kang Chul pun melesat pergi, meninggalkan Yang Jin Man dengan wajah memelas.
            “Kenapa aku selalu begini? Kenapa aku selalu memohon?” gumam Yang Jin Man merana.
            Tiba-tiba saja ponsel Yang Jin Man bergetar. Sebuah pesan singkat masuk ke dalam ponselnya.
            “Muot?” geram Yang Jin Man setelah membaca isi pesan dari Kang Chul yang berbunyi, ‘Jangan melakukan hal yang hanya akan berakhir buruk. Pikirkan matang-matang.’
            Yang Jin Man menutup flip ponselnya keras-keras.
“Dia pikir aku akan menurut saja padanya? Dia pikir aku akan mengambil sebuah tindakan tanpa berpikir lebih dulu? Dia pikir aku sebodoh itu? Kita lihat saja nanti. Aku akan benar-benar melakukannya, bahkan dengan tanganku sendiri. Aku harus menunjukkan kepada netter yang telah menghinaku, bahwa aku juga bisa mengorbitkan seseorang menjadi bintang terkenal!”
**
Chae Rin duduk di salah satu bangku di taman bunga itu. Gitar usangnya bersender pada punggung tebalnya. Daritadi, dia terus menggerutu dan tangannya sibuk menghitung lembaran uang buluk yang didapatnya dari hasil mengamen.
“Wae?” desah Chae Rin. “Kenapa hari ini begitu sedikit?” Chae Rin memasukkan uangnya ke dalam tas kecilnya. “Kenapa semakin hari semakin sedikit saja penghasilanku?” desahnya dengan wajah memelas.
Chae Rin lalu memandang berkeliling. Taman itu adalah taman biasa tempat dimana Chae Rin mencari uang. Entah mengapa, semakin hari pendapatannya semakin berkurang. Apa ini dikarenakan banyaknya bintang/artis baru yang lahir, sehingga para penikmat musik lebih memilih mendengarkan suara emas para bintang baru itu ketimbang dengan suara cempreng pengamen seperti Chae Rin?
“Kenapa artis-artis baru itu terus saja berdatangan?” desah Chae Rin seraya menatap sebuah layar televisi disalah satu etalase toko. “Mereka benar-benar sangat beruntung. Mereka cantik dan berbakat. Mustahil rasanya jika aku membayangkan menjadi mereka. Ne…aku memang berbakat, tetapi apa tubuh gempalku ini bisa menolerir segalanya? Bahkan para produser itu lebih tertarik mempromosikan orang cantik daripada orang berbakat sepertiku.”
Chae Rin lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Tidak ada waktu untuk meratapi nasib seperti ini Chae Rin. Kau harus bekerja keras hari ini dan untuk hari-hari ke depannya. Kau harus mendapatkan uang sebelum malam tiba. Kalau tidak, Ahjumma bawel itu akan mengusirku keluar,” ucap Chae Rin pada dirinya sendiri. Kemudian dia menatap langit biru. “Eomma…dimana sih dirimu sekarang? Kenapa kau tega meninggalkanku seperti ini? Eomma! Kau benar-benar yeoja yang tidak bertanggungjawab! EOMMA! CEPATLAH PULANG! AKU LAPAR! AKU BELUM MAKAN DARITADI PAGI!”
Chae Rin tidak sadar bahwa orang-orang disekelilingnya memandangnya dengan tatapan aneh. Ne, siapapun yang melihat yeoja gendut berteriak di tengah jalan saat siang bolong seperti saat ini pasti akan memandang aneh.
“Eomma…buatkan aku kimchi…samgyupsal dengan potongan yang tebal…samgyetang dengan kuas pedas…” Chae Rin mengacak-acak rambutnya sendiri dengan gusar. “Paegopha!!!!!!!”
**
            Perancis…
Seorang balerina sedang beraksi di atas panggung indah itu. Lampu sorot berwarna biru menyala memperindah pertunjukkan balerina tersebut. Para penonton bertepuk tangan saat pertunjukkan balerina itu selesai.
Balerina itu masuk ke belakang panggung seraya mengusap hidungnya yang basah.
Seorang yeoja paruh baya menghampirinya dengan tersenyum puas. Yeoja itu adalah guru baletnya.
“Daebak…nomu nomu daebak!” ucap yeoja paruh baya itu.
Balerina itu tersenyum, hanya saja senyumnya seperti dipaksakan.
“Wae?” tanya yeoja paruh baya itu.
“Aniyo…” jawab balerina itu.
“Minah-ah…kau telah bekerja keras hari ini dan juga hari-hari sebelumnya. Pertunjukkanmu tadi telah menunjukkan hasilnya. Kau berhasil membuat para penonton terkesima dengan pertunjukkanmu. Dan sekarang, yang membuatku bertanya-tanya, kenapa ekspresimu seperti ini? Kau seperti tidak puas,” ucap yeoja paruh baya itu.
“Aniyo…jinjiha…aniyo…” Lagi-lagi balerina yang bernama Minah itu menjawab ‘tidak’.
Yeoja paruh baya itu menghela nafas. “Baiklah…kalau begitu aku pergi dulu. Kau, bersiap-siaplah untuk bertemu dengan salah satu produser iklan. Produser itu sepertinya bisa melihat bakatmu yang luar biasa. Aku harap, ini langkah awal bagimu untuk menjadi seorang balerina berbakat sekaligus bintang iklan terkenal.” Si yeoja paruh baya itu pun pergi meninggal Minah dengan wajah letih.
Dua teman Minah, sesama balerina, tiba-tiba sibuk membicarakan sesuatu. Suara mereka yang terlalu keras terdengar sampa ke telinga Minah.
“Yaa! Kau tahu Kirin Art High School sebentar lagi akan membuat audisi?” ucap si yeoja 1.
“Ne…ne…” jawab si yeoja 2 antusias. “Aku ingin sekali masuk ke sekolah bergengsi tersebut. Tapi apa daya…aku sudah menjadi seorang balerina. Konyol sekali jika aku kabur dari Perancis lalu terbang ke Seoul karena untuk mengikuti audisi Kirin. Hahahaha…”
“Ne, andai aku punya keberanian lebih, aku akan melakukan hal yang kaukatakan tadi,” sahut si yeoja 1.
“Kau tahu? Kau bisa mati digorok oleh sesangnim (guru) kalau kau berani kabur. Lagipula, apa kau yakin Kirin akan menerimamu? Kalau kau gagal audisi di Kirin lalu berniat untuk kembali kesini, aku yakin sesangnim akan menendangmu tanpa perduli bahwa dulunya kau adalah muridnya,” ucap si yeoja 2 sambil tertawa.
Minah mendengar semua ucapan dua yeoja itu. Kirin Art High School, dia tahu sekolah seni itu, sekolah bergengsi yang sudah melahirkan banyak bintang berbakat. Minah hanya bisa mendesah berat, menahan angan-angannya menjadi seorang penyanyi terkenal. Balerina, itulah takdir dan profesinya saat ini. Dengan menjadi balerina, dia sudah membahagiakan kedua orangtuanya. Apa jadinya kalau dulu dia memaksa menjadi seorang penyanyi, apa Eomma dan Appanya akan sebahagia sekarang? Entahlah, mengapa sampai saat ini kedua orangtuanya belum juga merestuinya menjadi seorang penyanyi. Padahal menyanyi adalah jati dirinya yang sebenarnya.
**
            Thailand…
            “Nichkhun Horvejkul, pangeran dari keturunan raja sebelumnya Kerajaaan Ayutthaya dikabarkan hilang setelah menghadiri jamuan teh kemarin malam. Seluruh keluarga kerajaan saat ini sedang heboh dan sibuk mencari dimana Prince Nichkhun berada sekarang,” ucap pembawa berita asal Thailand.
Nichkhun mematikan tabnya dan memasukkan ke dalam ranselnya. Malam ini dia berhasil kabur dari rumahnya di Thailand dan pergi menuju Seoul, Korea. Dia telah memikirkan hal ini lama sekali dan dia juga sudah memilih dimanakah dia harus menyembunyikan dirinya. Korea, tempat pertama yang terlintas di benaknya. Karena dia menyukai kebudayaan Korea, negara itu juga lumayan jauh dari tempat tinggal di Thailand, dan lagi…dia cukup fasih berbahasa Korea, jadi hal itu tidak menyulitkannya selama dia kabur ke Korea.
Nichkhun sedang berada di dalam pesawat yang akan membawanya ke Korea. Dia melihat selebaran yang dibawa oleh seorang namja nyentrik.
“Excuse me, what is the brochure you hold?” tanya Nichkhun pada namja nyentrik itu.
“Mworago?” tanya si namja balik yang rupanya tidak bisa bahasa Inggris.
“Um…mianhae…saya bertanya, brosur apa yang sedang anda pegang?” tanya Nichkhun dengan bahasa Korea (ceritanya gitu, hehe)
“Ah, ne…ini brosur Kirin Art High School,” jawab si namja nyentrik.
“Kirin?” Dahi Nichkhun berkerut.
“Kau tidak tahu Kirin? Kirin adalah salah satu sekolah bergengsi di Korea. Tahun ini Kirin akan membuka audisi lagi untuk tahun ajaran 2012 ini,” jelas si namja.
“Ah, ne…” Nichkhun mengangguk mengerti. “Um…boleh saya lihat?”
“Tentu…” Si namja nyentrik itu memberikan brosur yang dipegangnya kepada Nichkhun.
“Kamsahamnida…” ucap Nichkhun sebelum membaca brosur itu. “Kirin Art High School?” Nichkhun terlihat sedang berpikir. “Interesting,” gumamnya sambil tersenyum.
**
Bandara Incheon, Korea Selatan.
Seorang yeoja sedang menunggu asistennya untuk menjemputnya pulang. Keberadaannya ditengah-tengah orang banyak membuat dirinya menjadi pusat perhatian. Ahn So Hee, penyanyi terkenal yang sedang terlibat kasus dengan managementnya saat ini membuatnya menjadi pusat perhatian banyak orang di bandara Incheon itu.
“Wae?” tanya Sohee ketus pada orang-orang yang memperhatikannya. “Kenapa kalian semua melihatku seperti itu? Apa yang telah terjadi padaku saat ini benar-benar bukan urusan kalian semua!” ucap Sohee dengan tatapan tajam.
Sohee menggeram kesal karena asistennya tidak kunjung datang. Hari ini adalah hari yang melelahkan baginya. Dia baru pulang dari Jepang setelah selesai mengurus kasusnya dengan managementnya. Sekarang dia resmi keluar dari managementnya dan hal itu membuat pamornya sebagai seorang artis turun drastis. Hutang membelitnya dan job yang biasanya berdatangan padanya, sekarang menjadi sepo total. Ahn So Hee benar-benar telah jatuh miskin.
Tiba-tiba ponselnya bergetar, sebuah pesan masuk dari asistennya.
‘Mianhae, Sohee-ah…aku bukan asistenmu lagi sekarang. Aku bekerja denganmu karena aku butuh uang. Sekarang, uang saja kau tidak punya, bagaimana caranya kau membayarku, heh?’
“Jeongmal!” erang Sohee seraya membanting ponselnya ke lantai dan tepat saat itu Nichkhun yang baru keluar dari bandara menginjak ponsel Sohee lalu jatuh terpeleset.
“Omo!” pekik Sohee seraya menutup mulutnya.
“Argh…” Nichkhun memegang pinggangnya yang sakit karena jatuh terlentang di lantai. “Micheosseo?” pekik Nichkhun seraya berusaha bangun. “Apa kau sudah cukup kaya sehingga kau bebas membuang ponselmu seperti ini?”
“Yaa! Siapa kau? Berani-beraninya kau membentakku! Apa kau tidak mengenal siapa aku, heh?” ucap Sohee galak.
“Memangnya siapa kau? Apa wajahmu pernah muncul di televisi, heh? Apa kau seorang artis? Kalau memang kau artis sepertinya kau tidak begitu terkenal karena aku tidak pernah melihatmu di layar televisi!” balas Nichkhun, masih memegang pantatnya yang sakit.
“Aish…jeongmal!” pekik Sohee kesal. “Kenapa hari ini aku begitu sial? Bertemu dengan orang sinting sepertimu hanya bisa menambah kesialanku!” ucap Sohee seraya meninggalkan Nichkhun.
“Apa semua wanita Korea seperti dia?” desah Nichkhun. “Kalau memang benar, sepertinya aku tidak boleh jatuh cinta di negara ini.”
**
Chae Rin berlutut di depan Ahjumma pemilik rumah.
“Jebal…biarkan aku tinggal semalam saja disini. Aku janji, besok aku akan melunaskan uang sewanya!” pinta Chae Rin memohon.
“Muot?” ucap Ahjumma geram. “Kaupikir aku ini yayasan penampung orang tunawisma sepertimu, heh?”
“Jebal…hanya malam ini, Ahjumma…”
“Pergi kau!” Ahjumma menepis tangan Chae Rin yang sedaritadi memegangi kakinya. “Pergi dan bawa barang-barang rongsokkanmu ini keluar dari rumahku!”
Barang-barang Chae Rin sudah diangkut keluar semua oleh si Ahjumma. Kini Chae Rin tidak bisa berbuat apa-apa. Dia tidak punya tempat tinggal sekarang. Dan hal itu membuat dirinya ketakutan. Dimana dirinya tidur malam ini?
Chae Rin membawa barang-barang yang tidak seberapa banyaknya. Dia pergi, entah kemana kakinya membawanya. Tampang sudah sangat kusut. Dia kelaparan dan kedinginan. Dan dia juga letih karena harus membawa tubuhnya yang berat sekaligus barang-barangnya. Tiba-tiba dia terjatuh karena kepalanya berputar. Sebuah mobil hitam nyaris menabraknya. Pandangan Chae Rin tidak begitu jelas sehingga tidak bisa melihat siapa yeoja yang baru saja keluar dari mobil hitam yang nyaris menabraknya.
“Gwaenchanayo?” tanya yeoja itu seraya memapahnya bangun. “Mianhae…sopirku nyaris menabrakmu.”
“A-aniyo…” desah Chae Rin dengan kepala berputar-putar. “Gwaenchanayo…”
“K-kau kenapa?” tanya yeoja itu panik karena melihat wajah Chae Rin yang sangat pucat.
Tiba-tiba Chae Rin ambruk dan pingsan di tengah jalan itu. Yeoja itu kebingungan dan langsung memanggil sopirnya untuk membantunya mengangkat tubuh berat Chae Rin.
To Be Continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar